Bekerzza dan Pekerzza : The Blackbelt Holder and Their Combatant Spirit

 rupanya, ada hal yang ga pernah diceritakan oleh orang-orang dengan kemampuan olahraga. 

Apapun olahraganya, mau dari yang lari, lifting atau bahkan bela diri. 


Well, gua sendiri sudah menyandang sabuk hitam Taekwondo. Baru DAN I sih, kan kalau udah sabuk item tu your profile belong to Kukkiwon HQ. Gua rasa salah satu manfaatnya adalah perkembangan mental sama kepribadian. Mungkin sisi lain karena sisi agresif udah ter-cater selama latihan sehingga pada kondisi non-latihan, udah ada setup dasarnya. 

Menurut gua sebagai penyandang sabuk hitam, hal paling gua rasakan hari ini adalah jiwa petarung aing jadi 'moral compass' di latar pekerjaan. Mulai dari ngadepin layoff dan katastrofi berteletubi alias bertubi-tubi. Sampai saat ini sebenernya udah spring blossom, tapi ya ada aja hal yang bisa nyelengkat. Gua merasa, gila kenapa bisa se-strong ini. 

Gua threwback ke 2015, ketika kepukul mundur ada mengalami mental breakdown. Sementara hari ini, mental breakdown iya, physically burdened iya, tapi uniknya masi bisa bangun dan 'oke it's another brawl setup'. Pada 2015, gua sesungguhnya kehilangan percaya diri setelah ikut berlomba dan kalah dalam seleksi ASN/aparat. Pertanyaan-pertanyaan : am I good? Am I beyond everyone? Am I the best? Adalah pertanyaan yang bikin mencelos, karena jawabannya udah depan mata : yep you're not. Praktis penilaian diri langsung negatip ya. 

Sekarang sepertinya gua belum banyak berubah urusan ceroboh. Kalau dulu gua merasa yakin bahwa gua yang terbaik. Kalau sekarang gua merasa ragu kalau gua bisa lebih baik. Eh, kepleset dah~ anjir~ 


Gua ngerasa begini, apakah kemarin gua itu terlalu cepat sehingga hidup memperlambat dan bahkan mematikan langkah. Apakah gua kemarin itu kurang selaras, jadi gua mengalami melalui kejadian ini berupa keselarasan. Gua hanya ngerasa gua pelan, gua hanya ngerasa gua ga secepet orang-orang jalurnya dan itu dipelanin. Ini siapa yang gila sih? wkwkkw :p. 


Tapi gini, gua mo cerita juga soal 'jatuh cinta' sama bela diri. Awalnya gua berlatih gulat hampir 2 tahun, kepotong pandemi dan ga lanjut samsek. Mau latian lagi, pelatih gua bilang : lah elu udah sabeum kenapa latihan dari awal di gulat? Samlekum pemirsaaaaaa, apakah ada yang salaahh dengan berlatih dari nol?? 


Salah satu poin kenapa gua memaksa bela diri harus gua pelajarin adalah pelajaran ketekunannya. Hal itu gua dapet di gulat, capek latiannya, kek mo mati tapi abis itu ya cuma cape aja. Saat Taekwondo, gua kemudian fokus ke latian-latian yang diberikan. Gua kira, bertarung atau harus bertempur (kan semua bela diri itu awalnya dari pertempuran) itu urusan kuat, rupanya ngga juga. Lalu pengalaman jadi sabuk hitam, gua ga kerasa membawa ketekunan itu dalam keseharian. 

Meskipun kepala gua jujur pecah pecah juga ya. 


Kepuasan hidup gua setelah punya sabuk hitam dan manifestasi nilainya adalah kelembaman mental yang luar biasa. Seolah hidup gua ga pernah ancur lebur, padahal berentet. Seolah gua setiap hari jadi zombie, padahal gua manusia. And many things! 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tyo in Setiabudi | RIPIU PARFUM KANTORANN!! ELVICTO SUIT AND TIE

Tyo in Kosan | Final Masquerade :(

Tyo in Kosan | Coba Cerita..