Pada Akhir Pekan.. - Cerita Rumah dan Perkembangan Diri
Siang hari,
Libur Paskah yang tentunya gw gak libur karena Paskahan berakhir manis dan romantis. Saat gua pulang dari taman Menteng ke kosan, mampir dulu ke rumah Pakde di Utan Kayu - gak jauh dari kosan. Tetiba gua berpikir satu hal : bahwa cerita tiga keluarga penghuni Jl. Kramat Asem Utara sudah selesai.
Historinya menarik, sekitar taun 1950an meybi ada tiga keluarga yang mendiami Jl. Kramat Asem Utara. Paling deket ke jalan ada keluarga Soebagijo (maap kalo salah nulisnya ntar gw liat lagi), masuk ke dalam ada keluarga Sakum (which.. itu keluarga emak) dan sebelahnya keluarga Ardiatmadja. Perlahan mereka bertetangga dan generasi berikutnya terjadi pernikahan antar tetangga, cute abis.
Iyes, pakde-bude gua adalah definisi pacarku lima langkah, lima langkah dari rumah.
Mereka gak jauh kalau ngunjungin orang tua mereka, tinggal pilih mau parkir di mana.
Ketiga keluarga ini mencapai 'klimaks' pertambahan anggota keluarga dengan lifespan beragam di tahun 90an. Ya gua masih bocah sih taun segitu. Masih segar di ingatan, tahun 90an tiga rumah di jalan ini akan hiruk-pikuk anggota masing-masing keluarga. Kebetulan agak ngalahin jumlah manusia di RT lokal ya.
Perlahan, memasuki 2000-an - para 'the originals' keluarga ini satu per satu meninggal. Pak Sakum, kakek gw, sudah duluan di tahun 80an, demikian Pak Tohji dan Pak Soebagijo. Tahun 2000-an jadi tahun yang kelabu karena satu per satu ibu dari keluarga besar ini meninggal - yang paling terakhir kalo gw ga salah inget Nini Tohji meninggal pas gw SMP/SMA. Kayanya agak barengan sama Simbah.
Meninggalnya the originals ini merubah pola silaturahmi saban lebaran dan perlahan warga-warga asli sono juga udah pindah ke pinggir kota. Lebaran perlahan tiga rumah keluarga itu hanya berisi siapapun yang ada di sana. Anggota keluarga besar yang biasanya hadir, tidak hadir. Beberapa kali lebaran, selesai sholat Idul Fitri kudu ngejar-ngejar biar ketemu. Karena limit ketemunya bisa jam 9.30 abis itu pada ilang sampe H+3 lebaran baru pada ketemu lagi karena session silaturahmi udah selesai.
Hingga terakhir, om gua pindah dari rumah Utan Kayu ke daerah Babelan. Nyokap, sebenernya udah pindah ke Depok sejak 2016 - tapi karena perihal dinas jadi dia masih bolak-balik. Pindahan nyokap dan om adalah sebuah penutup dari cerita tiga keluarga di daerah Utan Kayu Utara. Bahkan rumah keluarga sudah dijual ke orang lain atau direnovasi.
Seperti rumah keluarga nyokap, akhirnya direnovasi karena usia bangunan sudah hampir 40 tahun - rehab terakhir mungkin medio 70-80an ya. Kepemilikan, masih tetap punya pakde yang sekarang dikelola anak-anaknya. Siang itu gua dateng, permisi dan ngeliat gimana kabar tu rumah.
Rumah itu kayanya secara tembok atau apa ga banyak diganti buat paviliun utara, tapi paviliun barat (tempat gw numpang) udah dirombak. Kamar-kamar yang sebelumnya cukup luas agak lebih kecil demikian dengan jendela-jendelanya lebih masuk ke setting kamar masa kini yang kompak dan cenderung mengandalkan pendingin ruangan.
Gua hanya tur singkat, beralih di balik paviliun ada tiga petakan yang mungkin akan disewakan. Entah siapa yang bakal sewa di sana. Pastinya tiga petakan itu adalah hasil rombakan kamar om, kamar kakak gua dan kamar mandi.
Anehnya, gua saat masuk rumah itu yang terbayang bagaimana rumah itu hangat dengan ramainya orang saat lebaran. Saat ke paviliun barat, gua seperti diputar kembali, saat masih kecil pergi ke sekolah dan pulang sekolah dari pintu itu, kemudian hingga dewasa gua keluar dari pintu yang sama tapi pergi bekerja. Gua tersenyum kecil, menahan haru.
Demikian saat melihat kamar, meskipun sudah jauh berbeda. Gua masih mengingat saat-saat terakhir, kamar itu akhirnya kosong. Hingga peristiwa parapsikologi yang membuat gua memanggil Rulif tengah malam. Karena 'dihantui' oleh penunggu di kamar. Rulif, hanya berujar : mereka kehilangan. Kehilangan orang baik.
Kejadiannya begini, sekitar dua bulan gua di kosan baru. Gua rasa lelah banget saat pulang kantor. Mandi, makan, tidur, hingga saatnya gua ingin terbangun tapi badan terasa kelibas gitu aja ga bisa bangun. Singkatnya tindihan.. berlanjut, beberapa malam kemudian gua kebangun dengan kondisi kamar penuh asap - panik, gua ambil handphone, chat temen gua di bawah, Sekar. Gua bilang selain asap, ada bau wiruk kenceng banget.
"Kar, bangun, asep kar,"
"Mas, apaan sih, ga ada apa-apa, panas doang."
"Kar, serius kar ini ada yang bakar wiruk, kaya dupa, bau banget ini."
"Mas, tidur mas, mas kecapean."
Hingga hari ini, hal itu jadi misteri buat gua.
Setiap malam, memori itu terus berputar.
Kenapa ya?
Komentar
Posting Komentar