Taekwon-Om - Part VII | Intermediocrity Journal of Adult Who Learn Martial Arts

 behhhhhhh

apose coba artinya :p


cus ah, nulis. 

***

Soon To Be Sabeum :) 


Cerita ini gua awali dengan jam latihan di hari Minggu jadi empat kelas, tiga kelas dewasa dan satu kelas anak-anak. Beberapa bulan sebelumnya gua sempat cerita ke sabeum Evan pengen jadi pelatih taekwondo kelas dewasa, tapi privat karena belom dapet vibe-nya buat ngelatih kelas klasikal alias banyakan alias grup. Gak jauh dari pekan gua ngobrol sama sabeum, muncul informasi kalau ada kelas pagi yang lyke literally in the morning of Sunday ceunah.. 

gokilnya, kelasnya rame.

gua syok, apalagi sabeum, apalagi temen-temen yang udah lama latihan.

Karena sabeum sempet market research ke kami yang warga Jekardah tulen soal ide ini, kita dengan polos bilang : beum, suwer ya, orang Jakarta hari Minggu pagi mah bobo chantique atau bobo hensem. Sabeum juga akhirnya skeptis, karena pake mata kepala sendiri kami semua baru bernyawa setelah magrib di hari Minggu. Namun sabeum merasa : nothing to loose, kalo emang ga laku tinggal tutup kelasnya. 

namun kenyataannya tak sejalan

rame banget gilak! 

Ngide, gua bilang ke sabeum : kalo nyari asisten, hadir nih satu makhluk (nunjuk diri sendiri) -- secara mengedjoetkan sabeum bilang : eh iya om butuh asisten nih, mayan napas bentar. Jadilah gua memimpin kelas jam 10 di sesi pemanasan. 

Lain hari, lain cerita, beberapa teman yang sudah naik sabuk kuning ke atas mengeluhkan soal badan mereka ga bisa tone down dan akhirnya njarem endless. Beda sama gua yang sejak lepel sabuk kaya mereka, gua tau namanya olahraga badan tu kan dipake banget abis pemanasan, latihan, ya mbok di-dinginin ceunah. Sebagai makhluk yang berolahraga haha hihi secara konsisten sejak 8 tahun silam, ai paham sekali bahayanya njarem buat jangka panjang. 

Gua udah pasti pendinginan, karena terparah adalah ga bisa tidur sama sekali saking adrenalinnya masih kenchyang. Belakangan, temen-temen dengan santainya nodong : om ayo pendinginan. Lalu terjadilah dua hari latihan kemarin gua memimpin pendinginan. Plus dengan note masih ada sabeum di dojang, jadi mungkin belio send a pic ke dojang pusat beginilah kondisi situesyen di dojang Jakarta. 

Pagi ini gua lagi ngelatih otot di gym tetangga sampe muncul kedjoetan ini. 



no play play

tidak main-main

no can can

tidak kaleng-kaleng 

 ^^

***

Catatan Rian 


Ada cerita dibalik foto aib ini, aib kok disebar...

lho biar kaya netijen, berbuat bajik diumpetin, berbuat aib disebar.. 

abis itu : dari ini kita belajar..

ah dasar sampo metal fortis ~ 


Rian adalah seorang taekwondoin yang hendak kembali ke masa jayanya sekian belas tahun lalu. Entah ngapa, doi antara ngejar tapi dengan badan yang kondisinya kaya sekarang rada pasrah. Namun dalam pemahaman gua, namanya orang pernah getol berolahraga pasti ada nancep-nancepnya meskipun baru mulai lagi sekian tahun kemudian. Apa yang bedain gua sama Rian adalah, dia melanjutkan dari titik terakhir, gua.. ngulang dari nol ceunah. 

Berlatar diplomat, namanya mengamati adalah hal biasa. Hingga dia sharing soal pemetaan personil di dojang. Semua dibacain, sampe giliran gua : Tyo ini masih pegulat tulen, keliatan dari kuda-kuda sama speednya - logika simpelnya badan seberat dan segede ini ga bakal bisa gerak cepet, tapi kalo Tyo bisa - kebayang dia latihannya udah sedalem apa. Cuma yang bedain dia dari line up sabuk teratas pengen gua unlock satu skillnya Tyo - dia bisa nerapin pelajaran yang udah dilewatin ke kondisi sekarang. 

si pegulat tulen

salah banget ini mah, gua kan cuma jail doang siap diulek sama para fighter yang basisnya gulat

^^

Kalo gua pribadi selalu bekerdja sesuai cetak biru dan selalu terbarui. Semisal pas Taekwondo, gua akan ambil cetak biru Gulat buat posisi kaki, kesiapan kaki, pemanasan kaki, selebihnya setelah belajar pada tiap tingkatan sabuk maka cetak birunya aing take out. 

Masalahnye, pada mau nyari kaga tu cetak biru, kalo akikuk sudah biasa. 

***

Siapa Suruh Datang (Taekwondo) Jakarta


Jakarta adalah kota yang dianggep bisa mewujudkan mimpi siapapun. Termasuk almarhum kakek gua sekian puluh tahun lalu. Gua ga pernah niat wujudin mimpi, karena gua ga punya mimpi yang gimana-gimana banget. Semua aspek kekanakan gua merupakan proses mental dianggap terlalu halusinasi karena pada tahun 90-an sedang digadang era globalisasi dan pada tahun segitu ketika gua liat majalah sekolah kakak sepupu tren yang muncul adalah kualitas SDM Indonesia mulai staging down, sungguh sesungguhnya staging down. Tren kampanye ini kemudian sepertinya membawa kepanikan buat ortu dengan anaknya masih bayi merah dan usia sekolah. Hidup dipersiapkan untuk masa depan tapi tidak dipersiapkan soal bagaimana kehidupan sesungguhnya bisa linier bergerak ke masa depan. Mimpi itu sendiri bagian dari proses mental dan kehidupan sesungguhnya, namun dibredel begitu saja karena dianggap jauh dari realita. Sungguh pengabaian proses kognitif berakhir katastrofik menurut gua untuk tahap perkembangan selanjutnya sebagai individu. Enggan bermimpi di kota dengan segudang potensi, namun selanjutnya yang gua dapati setelah dewasa adalah baik mimpi atau aspirasi adalah sesuatu layak diperjuangkan hingga titik habis. 

    Sekian puluh tahun kemudian sebagai individu dewasa dengan semua pre-installed things bertemu dengan teman-teman di dojang. Ada yang kaya gua, tapi ada juga yang memperjuangkan aspirasi dan mimpi mereka sebagai taekwondoin. Kali ini gua mengutip dan berusaha menggambarkan sebuah dinamika perilaku dewasa sebagai taekwondoin. Akan kompleks, gua gak janji akan simpel namun menarik untuk dipahami dan semoga relatable secara umum. Cerita ini diawali dengan para dewasa yang pernah menekuni Taekwondo, awalnya terdapat penyangkalan terhadap fakta bahwa mereka sudah berbeda usia dan keadaannya sejak terakhir berlatih. Berat hati, mereka mengulang kembali dari sabuk awal (putih). Uniknya, kesungguhan mereka kemudian jadi bahan bakar sehingga beberapa kuartal kemudian titik terakhir mereka sudah linier dengan yang kemarin mereka tinggalkan. Apakah gua ada part demikian? Oh ada, jangan sedih. Semasa SMP, sabuk terakhir gua adalah kuning hijau. Cuma apalah gua hari itu, bocah kusem Jakarta Timur bau matahari yang ga paham apa-apa selain pengen main. 

    Pengalaman menarik gua dengan olahraga Taekwondo direkap sebagai berikut. Begitu gua lihat olahraga ini sangat menarik dan sampai memohon sama ortu - kemudian gua paham di usia saat ini. Ortu gua punya trauma ke kakak, trauma aspirasi mereka ga terwujud. Dua dewasa secara terpisah, satu orangnya praktis banget-saking praktisnya ga bisa abstraksi, satu lagi filosofis banget yang sampe akhirnya takut njejak tanah. Secara menarik, untung kakak bisa memenuhi salah satu aspirasi ortu. Part gua rupanya masih besar porsinya, untuk jadi sosok yang well-educated. Sudahkah gua mencapai itu, ya salah satunya udah, gua pernah jadi asisten dosen. Namun kebahagiaan dan kebanggaan milik siapa.. oh tentu ortu gua hahahaa! Gua baru mendefinisikan bahagia gua seperti apa setelah gagal lulus terbaik di jenjang kuliah. Olahraga, hari itu hanya salah satu mimpi gua yang cetek. Gimana ortu gua bener-bener impulsif kalau bilang gua obesitas gemuk dan lain-lain, tanpa bertanya kenapa gua punya binge eating tendencies. Hari ini gua bener-bener punya kendali secara finansial dan sejak 7 tahun lalu gua mulai berolahraga dengan baseline rekreasi. Kalo ga hepi, gua berhenti, serius. Sampe hari ini, gua masih menderita obesitas, bingung buat nyembuhinnya dari sebelah mana. Sambil gitu gua kritis sama diri sendiri, kritis sama mimpi. 

eh mimpi gua apaan ya, ga ada, 

^^

    Hingga pandemi datang, gua akhirnya bergabung latihan di dojang ini. Ketemu sesama orang dewasa yang hidupnya ya kalo ga dari gaji ke gaji, dari event ke event dan sejenisnya. Perlahan sabuk gua naik, perlahan gua membuka diri dan pengen punya definisi konsep diri yang oke cucok meong yihu uhlalala. Boleh dicek, kebetulan circle gua yang seumuran at least punya satu hobi olahraga rekreasi. Mereka bukan atlet, tapi gear up dan latihannya konsisten. Ada beberapa temen akrab gua yang hybrid rekreasi iya prestasi jalan. Kebayang salah satu temen gua ada yang kerja, kuliah magister, terus masih konsisten bela diri BJJ dan menariknya... menang pertandingan. Gua sungguh terinspirasi, dan membuka diri : like why not - lo punya kemampuan kalistenik aja udah membantu banyak, ya bolehlah ya tambahin bela diri. Secara unik, bisa dibilang olahraga sebelum Taekwondo adalah fondasi gua, maksud hati Taekwondo ini program biar kaki gua digerakin, otot inti gua aktif. Namun setelah jalan, gua memasuki fase-fase unik. Mulai dari berdamai dengan masa lalu saat gua pengen banget Taekwondo tapi kepentok biaya. Maka saa ini gua bener-bener kerja biar iuran lancar, UKT bisa jalan juga, tanding adalah bonus. Ga cuma itu, ada fase dimana : anjir sekeren ini Taekwondo, I wish I knew earlier - Taekwondo tetep bisa hybrid sama strength training yang gua jalanin meskipun rasionya 2 : 1. Saat ini, gua tetep berusaha memperbaiki tendangan dasar atau menengah karena itungan bulan ujian sabuk hitam udah didepan mata. 

    Secara menarik, gua ga ubahnya kaum urban. Kadang di kerjaan mungkin eksistensi gua dipertanyakan dan kerjaan repetitif, cuma namanya usaha ya dan gua memahami secara manusiawi jangan sampe sebagai dewasa ga ubahnya orang tua gua. Fondasi disfungsional yang kebelakangnya juga menghasilkan hal disfungsional yang rentan sama ketidakpuasan hidup. Pada tingkatan sabuk ini, gua gak ngoyo, gua coba pahami sebaik mungkin materi, cocokin blueprint gerak gua dan terakhir : ngelepas. Semakin dewasa, sesungguhnya gua lagi pengen banyak ngelepas. Hal ini bikin gua inget, salah satu pesan pelatih gulat yang udah berhasil ngulek gua sampe sekarang : selama lo bertarung, bebasin pikiran lo, pikiran yang tertata tapi ga lepas bebas cuma bikin lo gampang kebaca lawan. Kebetulan banget pas di tahap sabuk ijo masuk musim combative, hal itu gua 'resapi' dan salah satu note yang paling berkesan adalah dari Rian. Sebagai taekwondoin tulen, dia bingung cara gua bisa mengatur badan dan ilmu yang udah dipelajarin padahal olahraga yang gua tekunin itu ga cuma satu dan tampak ga linier.

    Saat ini gua juga dalam proses intern, karena gua dari beberapa tingkatan sabuk pernah sharing bahwa suatu hari salah satu end game gua adalah seorang instruktur Taekwondo. Jam terbang memang tidak bohong, tapi namanya belajar akan terus berjalan. Saat ini gua megang asistensi kelas dewasa. Kesempatan itu gua pakai bener-bener, karena tujuan gua adalah bisa berlatih lebih intens lagi. Karena lo sebagai instruktur kan harus tau presisi. 

    Dalam guyonan sabeum, beberapa dari kita yang berlatih sejak pandemi seolah menegaskan nilai sabeum bahwa konsistensi adalah kunci. Bukan cuma belio seorang aja yang membuktikan, tapi beberapa dari kami sudah berbagi nilai yang sama. 

    Pandemi, buat gua adalah berkah tersendiri. Memulai program latihan baru, konsisten dan dapet bonus banyak banget. Hingga kemudian gua adalah anak Jakarta yang punya profil dinamis, kerja iya, terluka iya, hobby iya, dan lain-lain dan sebagainya. Jika identitas dewasa secara pekerjaan kurang memuaskan, aktifitas luar kerja kemudian akan menjadi identitas utama. Jakarta tuh filosofinya berat, makanya banyak banget orang yang udah tersentuh konsep eksistensi di Jakarta ya udah langsung gaspol berusaha memenuhi itu. Guapun, salah satunya. 


***

Tenang, Bala Bantuan Tiba!

Berhubung ini adalah journey orang dewasa maka dinamikanya akan lebih kompleks dari elo keseleo. 


jam 6 pagi, 


hape yang kebetulan nyala masuk notifikasi chat, dari sabeum. 


Gua sampe kebangun dari kasur karena tau isi chat. Ga nyangka rupanya kesehatan mental sabeum juga lagi ga stabil. Namanya penglihatan gua sebagai makhluk psikologi emang ga main-main rupanya. Beberapa pekan ke belakang menangkap indikasi withdrawal, salah satu gerbang pitfall kesehatan mental (rilek yo, been there, done that). Namun, selama berlatih dan sudah kenal dengan pelatih - ai tau secara umum saat withdrawal muncul selalu kasih ruang seluas mungkin buat orang yang withdrawal. Karena ruang itu bakal ngebantu gua banyak merangkai naik-turun mental seseorang. 

Kalau kemarin pertanyaan sabeum : om kayaknya santai banget kaya ga takut dihujat. OHO JANGAN SEDIH SABEUM, satu menghujat, bestieku bertindak bisa uwaw dampaknya :3. Seperti kemarin saat ada yang nanya di form pertanyaan anonim : lo bencong ga sih? Terus gua becandain balik pake kerudung, reaksi temen-temen eug langsung selain ngakak terus bilang : itu yang nanya goblok ya? Artinya, satu emang ga kenal gua, dua emang identifikasi gendernya bias. Beberapa temancu tahu bahwa acu dasarnya udah equipped dengan sisi nurture - yang ga nyangka itu kepake banget buat sekarang. Sampe bikin penasaran orang-orang : kenapa bisa ni manusia bukan sapa-sapa tapi hangat sekali celetukannya kalo ngepost konten. Oke, kembali ke sabeum. 

ya kan lo berbuat baik masa nunggu dapet exposure sama endorse dari brand sih. 

Pegimana nih pelajaran budi pekerti kurikulum CBSA (bangsat ketauan tuanya)

Tentunya, gua prihatin sama kondisi ini dan ga sekali - namun kedepan gua tau hal ini bakal recurring. Jadi gua ya udah siapin aja safety net, kalau begicu. Namanya juga ya orang udah biasa denger cerita yang asuuuu banget soal kesehatan mental dan hobby asu-asuin orang yang ga linier kelakuannya soal kampanye-in kesehatan mental. Waktu kemaren konteksnya udah lay low banget aja masih disikat. Kalau sekarang beda chapter, chapter sekarang lebih ke internal. Memang ga gampang sih kalau dasarnya energi kita bukan tipe yang gampang ngecharge kudu plug-play di sebuah tempat. Kadang kalau lagi low energy gua juga kalemin dulu aja. Pasti cape. 

Tentunya hal ni gua komunikasiin sama sesama pemegang syabukh tertinggi di dojang. Karena cuma kita-kita aja yang tau lepel strategis dan lepel taktis kalo sabeum kenapa-kenapa. Lalu teman acu bilang : oh pantesan kita ditunggu di pusat. 

oh iya, rupanya itu ya, namanya hidden agenda is exist ceunah. 

Kalau udah kaya gini gua berasa orang jealous yang kepikiran semua ucapan orang lain. Ga susah buat me-recall apapun quotes orang-orang soal dojang ini. Gua pribadi, namanya juga makhluk cikolohih, kalau sebatas introvert-extrovert mah ga sampe irritating, ya mbok kalau orang ga bisa napas kasih ruang. Keinget kemaren setelah beberapa kali ujian sabuk, penguji dari pusat juga mungkin seeing is believing soal dojang di sini. Ya bagus, kebetulan yang mimpin ga sengaja dapet talent yang paham macem-macem. Jujur, kalau udah begini, gua antara yippie la la la sama anjir mau diwejangin apaan nih selain : klean adalah sabuk hitam dewasa pertama dan karena kalian pro-based jadi (....ya ntar gua kasih tau kan ni masih kalimat asumsi).. 

Pelatih ai orangnya serius, iya tapi ai juga juga ga ambil pusing. Ya bagus dong. Cuma kalau diinfo sama bagian advisor : suwer lo semua kocak tapi pelatih lo kalem banget gitu apa ga cape? OHO JANGAN SEDIH HAHAHHAA, kalo kita kocak biar pelatih kita jadi penonton aja kelakuan kocak kita. Buat gua orang udah ada porsinya masing-masing, kaya gua porsi gua adalah hobby ngasih notifikasi unik bikin ngakak satu grup berikut dengan ide-ide impulsif nan executable. Namun hal ini menurut advisor coba di fine-tune aja. OH BEGITAR JRENG, jangan sedih, nyetem orang adalah kelakuan gua di masa lampau (cem lawas bah!). 

Namun di atas itu semua, gua seneng bahkan pelatih ai terbuka sebagai sesama dewasa. Bahwa encountering issue wasn't everyone's desire, tapi kalo kehantem yah yuk cus kita bangun lagey. 

yuk maree.. ^^

***

Hepi Modal Nendang

Gua kembali mengenang sebuah masa super singkat soal olahraga Taekwondo. 

Olahraga ini menarik perhatian gua saat SMP, udah lama banget kan 18 tahun lalu kalau boleh jujur. Namun kalau boleh gua ceritakan ulang, perasaan bahagia gua udah tulen dan utuh ketika bisa ujian sabuk dan naik sabuk. Sampai akhirnya gua berhenti karena melihat target masuk SMA itu lebih tinggi. Gua berhenti total, menghapus Taekwondo dari hidup begitu saja. Saat kuliah, gua memang melihat Taekwondo tetap menarik, namun jauh lebih menarik kehidupan kuliah di usia akhir belasan dan awal dua puluhan yang dibawah istilah buku-pesta-cinta. Lalu malam ini gua dapet sebuah insight bahwa salah satu kebahagiaan buat diri sendiri salah satunya adalah mahir dalam Taekwondo. 

Gua menyadarkan diri bahwa ini gak lebih gak kurang program latihan buat badan gua yang luar biasa berat. Naik-turun latihan sudah biasa buat gua, gua juga tidak mengejar atau kembali ke masa lalu. Namun, masa lalu itu tiba-tiba hadir setelah tersimpan sekian belas tahun. Bercerita tentang bagaimana gua berhasil untuk menjembatani hal tertunda saat masih abege, dengan penuh kesadaran, tanggung jawab. Memberi kesempatan diri buat berbahagia adalah sebuah berkah buat gua. 

Secara menarik, gua saat ini juga lagi jalanin asistensi dan mau ga mau dipanggil 'sabeum' juga. Hal serupa soal flashback juga diungkap sabeum Evan tadi sore ; 

ngeliat om Tyo dan Resza muter asistensi, sabeum flashback kaya dulu juga 

(insert lagu haru)

Mungkin gua diluar jam latihan sibuk nyari uang demi hobby ini. Namun gua pribadi menyadari, makin kesini, makin dekat gua dengan konsep kebahagiaan melalui Taekwondo. 

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tyo in Setiabudi | RIPIU PARFUM KANTORANN!! ELVICTO SUIT AND TIE

Tyo in Kosan | Final Masquerade :(

Tyo in Kosan | Coba Cerita..