Dailyblog #5 - Juli 2022
Liburan dan Pikiran Gua : Obesitas, Terima dan Sembuhin
gua akhirnya pengen bercerita sebagai berikut.
Sebelom gua berangkat ngetrip, gua ngobrol sama salah satu sohib, Rulif.
lif, gua mau healing dengan roadtrip overtheweekend, terutama gua pengen nerima bahwa saat ini gua obesitas, gua ga mau lagi denial.
temen gua bilang : iya yo, bagus lo pake cara ini karena sesuatu yang ga terkontrol adalah tanda badan dan pikiran kita bergerak di arah yang berbeda.
lalu gua berangkat ngetrip
Baru sehari ngetrip, tetiba begini muncul pikiran :
yuk ah, pola makan dibenerin.
Ga lama dari pikiran itu muncul resep pola makan yang gampang dan bahan-bahannya ada di rumah. Sisa buah sama sayur aja sih yang belom dibeli dan di-stok. Lalu muncul SPG madu di kedai soto tempat gua makan, nawarin produk kantornya. Ga pake ba-bi-bu, meskipun gua nolak produknya (paket jek, bukan yang gua mau) tapi yakin bahwa di kantornya yang sebelah kedai soto, dia pasti jual madu murni. Jadilah gua ke sono dan beli sebotol.
Malam harinya, sambil rileks gua kebayang alur ini akan membantu banyak dalam pemulihan dari obesitas yang lagi kena ke gua. Semoga enam bulan berikutnya udah bukan fase pemulihan, udah fase olahraga yang lebih konsisten dan detailed lagi.
gua ga sabar buat mulai :)
***
Cerita dari Om Ignas - Satu
Kalo gua bikin sebuah blogpost belom tentu si blogger juga asik nih - soalnya pernah bikin post panjang-panjang terus gua update, eh kaga kuat taunya si blogger pas gua klik-update.
Secara nama gua diawali dengan Ignatius - makanya cerita ini berjudul 'Cerita dari Om Ignas'. Gua tetep bercerita, tapi bedanya ini kehidupan ai sebagai seorang Katolik probesyen - kenapa gua menyebut demikian, yaolo baru enam bulan ceunah. Namun dalam kurun waktu tersebut gua pribadi terkejut karena banyak dinamika yang muncul.
Smaller the size, the higher the quality (also the problemo)
Kali ini gua akan menggambarkan sedikit soal dinamika perkembangan iman - mohon dikoreksi karena metrik yang digunakan diambil dari perkembangan mental individu. Sebagai yang pernah bercokol dan berharap jadi psikolog, salah satu dasar dalam perkembangan mental yang gua tau adalah hidup orang secara umum akan menjadi dua : berkembang maju atau mundur. Maju progresi, mundur regresi. Bagus fiksasi.
Belakangan dalam benak gua terpikir soal fiksasi. Menurut konsep Sigmund Freud, fiksasi secara sederhana adalah berhenti, menetapnya sebuah perilaku pada tataran bawah sadar sehingga dalam keseharian perilakunya agak-agak geser. Sebagai contoh, fiksasi merokok adalah kalau ga ngunyah permen karet ya makan, lebih lanjut Freud menggambarkan fiksasi karena kebutuhan terus terpenuhi tapi agak gak koheren dalam kenyataan jadilah ganti sama perilaku yang mirip.
Sebelom gua menggunakan lebih lanjut term ini secara filosofis mohon maaf kalau ceritanya agak tajem dan dalem. Demikian suatu hari gua dikejutkan oleh telpon dari kakak-kakak katekis mengenai sebuah topik. Bukan sekali gua dilibatkan dalam berbagi sudut pandang sebagai baptisan dewasa, namun sepertinya refleksi gua pada ajaran Katolik kalau ngobrol sama beliau-beliau ini rupanya cukup berkenan.
Mendengarkan cerita dari kakak-kakak ini membuat gua berpikir mendalam. Dalam benak gua, unsur cerita ini ada fondasi pemaksaan kehendak yang kuat. Namun berbalut dengan keyakinan dan impresi yang meyakinkan kehendak itu tampak dibuat penuh kesadaran. Sampai suatu hari gua memahami dari cerita ini (secara pemrofilan) satu titik bahwa pilihan menjadi Katolik adalah pelik. Konsep 'pindah agama' di Indonesia itu rumit, karena bakal banyak hal yang akhirnya mengerucut jadi sebuah hipotesa : agama udah satu aja kenapa ganti-ganti.
Fix, satu aja.
^^
Komentar
Posting Komentar