Dailyblog #3 - Agustus 2021
Series or Muvees Dat.. I Watch Regularly Through Pandemic Season
Wu Assassin
After taste : binge watching that literally binge
Sinopsis :
Kai (Iko Uwais) dapet wangsit terus bapake rupanya punya wangsit serupa lalu abis itu semua temen-temennya terlibat soal perwangsitan ini. Pusing karena gak biasa liat Iko Uwais main agak tone down, biasa ngeliat doi bengep.
udah ye, coba aja nonton ndiri.
gua lebih prefer ngebacot setelah ini,
The Crown
"KOK GAK BILANG SIH THE CROWN BAGUS"
- dr. Ferdiriva
Plot cerita : cerita soal Queen Elizabeth II (Claire Foye, Olivia Coleman) dari awal coronation sampai Charles nikah sama Diana, katanya season 5 akan segera rilis dengan siap-siap para fans (termasuk gua) bisa bilang : vangsaaaadddddddddddddd kaauu Charlesss!!! Bae-bae baper kalau lo die hard fans-nya Lady Diana, fix lo akan sangat transferrence saat nonton The Crown. Terus in real life, lo akan sangat disliking padahal lo bukan British.
After taste : Gila sih ini detailingnya maksimal. Bukan soal pemeran, karakter, situasi, dekorasi, sampai gimana definisi drama soal Monarki Konstitusional di Inggris ini. Gak nyangka monarki ini bener-bener menguras emosi. Mulai dari latar belakang Prince Phillip, terus gimana Queen Elizabeth bisa punya anak empat, sama Princess Margareth yang party goers parah sampe Margareth Thatcher yang bener-bener Iron Lady dikira bisa jadi kompatriot malah jadi pertempuran diplomasi sengit antara kepala negara sama kepala pemerintahan.
Kalo lo gak peduli sama politik, nikmatin aja semua kegokilan masing-masing tokoh yang bisa bikin histeris. Kalo kaya gua yang terpapar konstelasi politik di Indonesia hari ini, pas nonton The Crown.. note gua satu :
segala ke-ngehe-an politicians di Indonesia 2000-an sampe hari ini udah ada di Inggris tahun 1950-an.
padahal satu Republik, satu lagi Monarki Konstitusional, beda lho padahal konsep negara politiknya.
uhhhlaaaalliiiii
gemoy!
Bodyguard*
*sori bukan versi Whitney Houston x Kevin Costner
Plot cerita : rada Ameriki, masa lo dari tentara terus pindah ke silop (which you normally find exactly same plot over American-Military ambianced series) tapi abis itu gambaran terrorism-assaultnya.. SENGADALAWAAAANNNN!! Persis kaya baca buku soal terrorism dari penerbit Routledge : detail, presisi, dan lugas.
Sinopsis : David Budd (Richard Madden) adalah pengawal PM alias Perdana Menteri yang menyetujui kebijakan politik tertentu. Kebijakan politik ini adalah sumber trauma officer Budd, after some bullets, Budd bisa kerja profesional tapi.. sekali lagi, kotor sekali pemirsa, Budd dituduh sebagai dalang percobaan pembunuhan Perdana Menteri.
After taste : Buat gua unsur post traumatic stress disorder yang diramu sama keadaan politik saat ini bener-bener gemesin banget minta ditakol. Gua jujur kagum banget sama drama besutan Inggris ini, kaga nanggung-nanggung kalo bikin cerita. Rusuh ya rusuh sekalian - kalo Ameriki kan kadang suka kena tanggung tuh rusuhnya.
Cocok banget saat lo lagi ada interest yang berseberangan sama belief lo. Nonton aja serial ini. Sayangnya cuma satu season tapi intens shaayy!
New Amsterdam
TOLONG KENAPA BIKIN SAYA BAPER PAKE LAGU BON IVER
TOLONG JELASKAN
ndabisa acutu ^^
Sinopsis : dr. Goodwin ini bener-bener sesosok orang yang berjiwa sosial tapi suka tabrakan sama stakeholder bahkan sesama direktur rumah sakit karena mereka berada di tengah : cuan sama cengli; tetep cuan buat BOD, tapi cengli dalam memberikan layanan kesehatan. Ketika yang lain cuan cuan cuan, dr. Goodwin ini memilih : cengli or go home. Cuma sayang, kesehatan dia gak bisa cingcay sama misi cengli hidupnya sebagai direktur RSUD New Amsterdam.
After taste : worthy binge-watching. Menguras emosinya? BANYAK dan yuyur pada satu episode penutupnya pake lagu Bon Iver..
TOLONG
GAK SOPAN YA NYAYAT HATI PAKE LAGU BEGINIAN HAHAHAHHAA
^^
*nyuntik morfin ke luka yang terbuka lagi :p
Lucifer
Plot cerita : Lucifer Morningstar (Tom Ellis) liburan ke Los Angeles, dan bisa 5M kalo kata filosofi Jawa : mabok, madat, main, maling, minum - disuruh balik kerja, kaga mao, ngerepotin orang-orang tapi sesungguhnya nggak ngerepotin.
Sinopsis : Gila sih gambaran ideal amat sosok Lucifer ini, tajir melintir, minum lesgo, party animal, womanizer, cangkemnya gak nahan - tapi dia gak hipokrit alias gak munafik. Tidak munafik seandainya aku bisa aku pasti jadi Lucifer Morningstar. Apesnya, karena keputusan dia udah kepalang betah di Los Angeles sampe bikin kesel yang di kampung nan jauh di mato. Lucifer ini sungguh metafor banget buat yang ngerasa : I'm the bad guy, but actually it's doesn't.
After taste : divinity complexes Lucifer ini bener-bener lucuk. Bener-bener bisa mendorong lo pengen jadi anti-superhero banget.
Tell me, what is your deepest desire?
wekekeke!
itu dari Netflix ya, kalo dari Disney Hotstar, ini yang lagi gua pantengin,
24 : Japan
Ketika US Series berhasil diadaptasi di Jepang.
Buat gua ini sukses banget, gua penasaran banget sama risetnya.
Plot Cerita : Genba Shido (Toshiaki Karasawa) kejar-kejaran sama pencegahan pembunuhan calon Urara Asakura (Yukie Nakama) eh xianjing malah kena juga dia diincer sama organisasi kriminal, anaknya diculik gitu aje.
Sinopsis : Menjelang pemilihan PM Jepang dengan calon kuat salah satunya Urara Asakura, Genba Shido yang mimpin Counter Terrorism Unit mencegah percobaan pembunuhan sang calon kuat. Bodo amat Urara Asakura ini gak suka sama kerja CTU yang dipimpin Shido, karena Asakura tipe profil yang : sini gua pantengin lo bisa ngapain. Ohoy tidak semudah itu ibuk Asakura.
After taste : ini lo kaya makan Hamburger AS tapi di Jepang tapi rasanya mulus banget kaya dari AS cuma dagingnya ini Saikoro Wagyu, kerasa banget espionagenya, tapi gak culture-biased. Makin digigit, makin juicy. Serial ini masih baru, gua gemes banget nungguin episode barunya.
beh, bentar gua nonton apalagi yak??
***
Dear Ms. Yanti
Hi, I don't know how to write a thank you letter.
I only understand that saying thank you to the profile that matters most to mine is better done to meet the person themselves.
It's been seventeen years since I left the course, no, graduated from the English course. I used to start with my friend and my cousin then I moved along by myself. Then Ms. Yanti being my teacher for I forgot how many years exactly until decided to step up herself for her career.
What happened back in the day, somehow not only elevates or uplifting as well accelerates as foreigners who use English as their third language after Bahasa Indonesia and sub-Bahasa Indonesia. I am thrilled to acknowledge myself both Bahasa Indonesia and English walk side to side, not only word option but also a grammatical aspect.
At that time, I am over-consumed on television which was English-speaking and saw how great if I can speak, read, as well understanding matters. So I look up myself into course. Seventeen years later, I spoke fluently, read thoroughly, hear responsibly, and respond properly - for an expatriate having met having a second thought that I ever living abroad. To the unfortunate event, nope.
A language is a tool for communication. I wondered, what if am withdraw from the course. I might never acknowledge that my name whose appears pejorative in Javanese culture, actually having a bold and strong message from Sanskrit culture. Though in the next few months I uplift and rename myself over baptist, I understand that my name is not so bad.
Unfortunately, learning sounds painstaking for most Indonesian I met. This includes English, some of them encountered problem psychological problem as learning trauma, or understand their verbal intelligence under-developed. I used to have issues with mathematic, but I traced back and get back with the issue. Now, mathematic sounds sexy as hell, especially if you crave symbols, logic, abstract, and of utmost importance: money.
I remember a passage I wrote back in the day about my aspiration for music. I saw Linkin Park has great songs (and many follows), Ms. Yanti couldn't hold her laugh but as well understand the message written over the passage. So on, she carried the lesson for students. It took time to write, it took time to speak, but today, I am more than confident to do both - I look up it's simply a daily activity.
Language and verbal intelligence have lifted me up somewhere.
On behalf of myself, I'd like to thank her for her job as a tutor but her integrity as an educator.
Surprised me, oncoming years I am as well a tutor for psychological testing, a coach for calisthenics.
Am hoping to universe to have us in very proper condition, and laughed a lot about my progress as learner.
Sincerely yours,
Tyo.
***
Komentar
Posting Komentar