Jika 2020 Adalah... Maka 2021 (Jawabanmu Sendiri)
Udah hampir setahun Covid 19 di Indonesia belum ada tanda okay it's over, it's all good. Meskipun gua dapet info bahwa vaksinasi untuk masyarakat akan segera hadir setelah untuk tenaga kesehatan, lalu abis ini TNI/POLRI - on my thought, why there are only 2 mio officers, the best selected officers for this holysh*t 270mio citizen - kadang gua ga abis pikir, oke misalnya sama tambahan deh petugas-petugas lainnya, considered 5 mio officers. Btw ini negara bukan start ups, dan gua gak paham perhitungan biaya manajemen jika berbanding sama tingkat agresifitas warga. I thought those require consideration it has to be more, for sake of guarding the whole country.
Oya, pemikiran hari ini adalah Jika, Maka.
Mari ambil dasar Jika 2020 adalah sebuah reses, maka 2021 adalah sebuah keadaan kosong tanpa makna.
Tanpa makna ini gua manifes atau gua coba wujudkan dengan angka kasus makin naik, warga makin mengalami kompleksitas psikis, sementara pemerintah? Mau tanya, it's time to literally save ourselves? Lalu gua melihat hal ini adalah kosong, bukan berakhir.
Secara makro, jujur gua sangat skeptis bin apatis. Namun secara mikron alias unit paling kecil dari sebuah negara, ga lain adalah diri sendiri. Sepertinya bisa dimanfaatkan untuk membangun hal baru, mungkin diri baru, mungkin identitas baru, dan banyak hal baru lainnya. Bahwa kehidupan sebelum pandemi akan menjadi sebuah sejarah peradaban manusia yang dirindukan banyak orang. Apakah, yang kebetulan baca blog gua merasa : eh kalo kosong, ngisinya pake apa yo? Same question herre.. Yes, gua juga merasakan hal serupa. Setelah 2020 menjadi sebuah tahun resesi besar-besaran, 2021 mau ngapain?
Jelas tidak ada resolusi tahun 2021 karena apa yang sudah lo rencanakan matang pada Desember 2019, langsung cut off, revamp pada Maret 2020. Hanya pikiran yang sekarang bisa melangkah bebas, itupun melangkah bebas secara mundur. Karena pikiran yang berorientasi pada masa depan, saat ini masih kelabu. Mendadak pikiran masa lalu jadi sebuah zona nyaman. Hal-hal yang awalnya meresahkan, seperti macet, akhirnya jadi hal yang dirindukan.
Udah ga keitung berapa orang meninggal karena Covid 19. Sampai pada titik gua bisa mengambil asumsi, kalau Covid 19 ini sebuah judi gua sebut ini adalah sebuah Roullette. Gua bisa menganggap Covid 19 adalah variasi Russian Roullette, udah jelas taruhan lo nyawa. Saat ini paling sedih adalah saat denger temen gua ada yang positif covid dan pegiat olahraga banget. Gua berenti di kesadaran bahwa "iya mereka lagi drop, ga pantes lo nasihatin kaya : ya elu pada ngegas banget olahraganya, now you pay the price.". Awal-awal covid gua sempet kepikiran secara paranoid pandemi ini adalah biological terrorism, sounds familiar? Main Resident Evil deh :p. Antara nyata ama gak nyata, isinya teka-teki, terus main boss-nya sampai saat ini belom keciri.
Gua kembali ke orang yang sebelumnya ga percaya Covid 19 itu ada sampai tahap mereka kena Covid 19. Pengalaman gua meneliti soal kenapa ada orang bertahan sebagai anggota intelijen ngasih pemahaman buat hari ini.
gak ada,
bukan berarti gak waspada
sebelum pandemi gua memahami banyak hal soal lingkungan sendiri dan aktifitas seliweran ke mana aja. Sejak pandemi, gua membuka diri buat pemahaman soal bagaimana situasi pandemi ini muncul di abad-abad kemaren kayak influenza (kan dulu ngeri banget lah ya..). Lalu liat ke keadaan sekarang yang udah ribet banget terus coba diliat ke diri sendiri apakah bisa nih diterapkan keamanan untuk diri sendiri semasa pandemi.
Jujur hal yang paling bikin stress saat ini adalah berat gua gak turun-turun. Terus akhirnya weekend kemarin gua coba review. Gua mulai memahami set up badan, kenapa ada temen gua berhasil, kenapa ada temen gua yang berhasil turun BB tapi somewhat berujung Covid 19. Sampailah tiba pada kesimpulan badan gua adalah badan yang belom linier antara otak sama impuls perilaku. Sebelumnya gua kira, gua dihinggapi ketakutan soal menjadi kurus. Iya mungkin mental gua belom siap, tapi sepertinya ada hal lain yang bikin gua jadi penasaran. Sampai akhirnya gua jadi mau tau seperti apa range dari rasa takut dalam diri ini. Sampai akhirnya gua memahami bahwa rasa takut ini jadi shield buat gua selama beberapa tahun. Karena pengalaman saat rasa takut ini diputus, wow, gua mengalami banyak kejadian traumatis dan once again, losing control.
Rasa takut gua ini kalau dikudeta bakal bikin pening. Mending coba bikin satu set up mental yang lebih mumpuni, lebih resilien, you know the code, you do that governing things.
satu hal yang gua pelajari soal trauma,
"Gak papa" saat diucapkan sama orang yang trauma adalah sebuah kata yang mahal
Apakah lo yakin lo aman? *naikin alis berkali-kali* though resiliensi lo akan terbentuk pada akhirnya. Namun, pada kondisi gua saat ini, I have no resillience at all. Terlepas definisi resilien secara teoritik, what's my components of personal resillience? Gak ada, semua muatan psikis gua itu udah kena debu tebal si takut ini. I can't do it all alone, recently I asking for some intangible helps.
Perilaku makan gua, yang berlebih, apakah pemicunya? Takut sakit, oke. Namun personally speaking, gua takut kalau gua kurus makin banyak risiko kesehatan yang mengintai. Padahal, kondisi gua sekarang, akan lebih banyak risiko kesehatan mengintai.
Komentar
Posting Komentar