Soal Resolusi 2021 yang Hakdezig!

 bentar gua mindahin pidio siswa-siswa bimbel dulu saban hari disuruh setor push ups sama pull ups sama Brimobnya. 

Oh ya gua mau ngetik apa tadi? Oh iya

Resolusi 2021

Ini udah masuk Desember 2020 kan, udah pertengahan pula. Setahun persis ngereview 2020, kayaknya kaga bisa di-review karena 2020 :

Januari

Februari

Maret pertengahan

Pandemi

Desember

*ngakak*

Tahun 2019 kemarin, karena mental gua lagi drop. Jujur gua cuma bisa mau pulih sepanjang 2020. Terus 2020 malah pandemi, makin ngakak lagi. Adapun hal yang gua syukuri selama 2020 adalah : 

Titik Temu Pemulihan Psikis

Gua gak tau rupanya selama ini I had been far away from myself. Desain soal siapa sih gua sekitar sepuluh tahun kedepan. Being changed, adalah naturalnya manusia. Introduced the change adalah hal yang cukup pelik kalau dilakukan. Kaya hal-hal sederhana, misalnya, dari rajin bales chat atau excited nerima telpon masuk jadi : hai maap, can we continue later? Sampai hal-hal kompleks yang kalau diurai kok gua sendiri juga bingung banyak juga yang berubah ha ha ha!

Tahun 2019 adalah tahun yang bikin gua paham lagi ada di tengah-tengah siapa, siapa yang akan hadir, dan siapa yang monmaap we used to good and now we're good. Opkors gua berterima kasih pada mereka yang telah hadir saat gua eh lagi gak posisi oke. Dalam benak ai, mereka nungguin kali ya hahaha.. kapan sih si Tyo yang hidupnya selalu perihal problem-solving one day caught in middle. Gak lah, bisa dibilang sebagai manusia yang kalau temenan suka gak liat-liat, temenan mah temenan aje akhirnya gua mendulang hasil nyang emejing sekali. 

Oke, lantas, apa yang perlu gua lakukan? Sesungguhnya, kalau dirunut luka mental gua. Semasa dewasa itu luka mental gua mulai dari kuliah. Patah hati misalnya, ha ha ha.. sejak saat itu mungkin mulai dirty drown. Cuma gua masih sanggup berdiri. Skripsi? Oh iya, tancap.. eh nilainya B+, padahal gua udah ngasih topik yang extravagant dan berujung banyak kejadian epik. Sejak saat itu gua mencari dan mengisi banyak kekosongan. Lalu apa yang tidak gua lakukan?

menerima

Dinamika penerimaan ini pelik juga. Gua yang udah highly engaged lalu gua dismiss semua hal soal kepolisian. Namun, sekali lagi, itu gak bisa dipisahin. Karena selama usia 19 sampai 20an awal, saat pematangan nilai-nilai individu ada peran ilmu psikologi dan keseharian di kepolisian pas neliti skripsi. Apakah gua meneliti belaka? Nope, gua bener-bener deep down memahami keseharian anggota kepolisian sampai membentuk sebuah persona dengan ajektiva : wibawa, tenang, sesekali garang. Sampai akhirnya hari ini setelah gua menerima oke ada sisi ini, ya pengen bilang aje : kok gua balik lagi sih ke skena kepolisian? Ucing.. 

Sementara gua sudah berada di keseharian sebagai manusia Jakarta yang kerja-olahraga-ngumpul-mabok-ngelawak. Ada rasa seneng bahwa gua kembali ke skena ini dengan posisi lebih noble. Ada rasa senewen, karena gua gak berhasil jadi bagian korps ini. Hence once again, menerima.. 

Pemulihan psikis-pun masuk ke fase minta bantuan psikolog. Realita ini terasa absurd bahkan sama psikolognya. Kalau gua mikirnya : save my own ass first. Kalau psikolog bilang : you man have real attitude as gentleman, acceptance and ask help from experts. Rasanya seneng konseling sudah pada titik, oke sudah selesai. Silakan kembali apabila memburuk keadaan. Namun ada catatan soal pemulihan. 

Logika pemulihan psikis ini memang rada mirip sama cidera kalau olahraga, terapinya berapa lama.. gak lama.. tapi pemulihannya uwaw. Pemulihan ini cukup rumit karena ada faktor finansial, yes, bukan masalah uang udah abis berapa ke psikolog. Sebagai catatan, tumbuh di keluarga broken home, disfungsional bin toxic gua rasa bukan jalan ninja, not even Naruto. Jauh dari keluarga adalah opsi yang sekarang sedang gua fokus kerjakan. Kenapa? Biar pulih. Terlebih tengah-tengah pemulihan ada kejadian yang bikin gua mantep untuk jauh dari keluarga. Jadi social distancing iya, physical distancing ho oh, apalagi psychological distancing. 

Setelah dapat arahan dari psikolog, gua mulai memahami dinamika mental breakdown yang dialami. Selama 2020, gua memulai pencarian itu. Mulai dari inner child work, terus healing di tahap-tahap selanjutnya. Kalau ditanya manfaat inner child work salah satunya apa? Mungkin keponakan gua sekarang bisa nemplok ke gua, sebelomnya ga bisa. Seperti diketahui anak kecil punya kepekaan yang tinggi sama banyak hal di lingkungan tapi terbatas karena masih dalam proses tumbuh kembang. 

Pemulihan ini bisa gua bilang berlangsung paralel, gak berurutan. Adalah sebuah insight ke gua bahwa ada hal-hal yang gua anggap urgent padahal menurut 'semesta' lebih urgent yang dikasih ke depan mata sekarang. Kalau dibilnag kerja semesta itu misteri, iyes. Kalau agak beriman, misteri iman-anggap aja demikian. Kalau ditanya cara kerjanya dinamis? Banget. Unik? Banget. 

Saat ini yang sedang gua pahami adalah keadaan mental saat remaja. Kalau pakai panduan lifespan development, berarti gua akan berurusan dengan self-development. Cue-nya, mulai dari usia SMP. Rupanya emosi gua gak terasah sama sekali. Cuma kepentok bahwa gua image-nya 'sabar'. Suatu hari gua harus friksi banget sama keluarga, lalu saat diam gua mulai mengenali ada emosi-emosi yang mestinya udah ilang, rupanya emosi itu muncul dalam bentuk lebih buas lagi. Gua gak diem, tapi ibarat pengendali api, api-nya gua kenali lalu gua kendalikan. Perkembangan itu sampai membawa gua ketemu lagi sama kenangan ekskul Taekwondo. Akhirnya gua kembali mempelajari bela diri itu. Buat jadi sabuk hitam? Sukur-sukur, nggak, biar emosi gak bablas aja. 

Sementara untuk usia remaja akhir-dewasa awal pemulihannya gua baru memahami konteks kematangan. Entah kematangan emosi, pengambilan keputusan dan menjalani pilihan, can tell you more, karena.. gua masih memahami. 

After all, ada titik temu dan titik awal lalu titik-titik lainnya dalam sebuah peta mental gua. 

Tanpa Resolusi Pada 2021

Kurang crunchy, tapi gua rasa sebelum bikin resolusi akan lebih baik kalau udah bisa bikin sebuah sistem yang wahid pada diri sendiri. Baru boleh deh ngobrolin resolusi. 

PENGEN SIKSPEK

PENGEN TAJIR

tapi pernah gak sih kebersit bilang ini 

PENGEN KENAL SAMA DIRI SENDIRI

Sekalipun, udah lewat masa soal pengenalan diri sendiri. 

Kenal sama diri sendiri termasuk resolusi gak sih? Kayaknya nggak, itu kewajiban :p.

Setahun lalu, gua bersyukur tahun 2019 bisa kenal sama diri sendiri. 

Hari ini, gua bersyukur proses kenalan sama diri sendiri ini ngasih pemahaman baru 2020. 

Gua seperti manusia penuh khayal lainnya, 

PENGEN PUNYA GREAT COROLLA AE101 MAROON OEM

PENGEN PUNYA HONDA STREAM 2.0 i-VTEC GLOSS BLACK

PENGEN PUNYA RUMAH DI PONDOK LABU 

PENGEN JADI PSIKOLOG KLINIS 

tapi semua itu hanya akan jadi kenangan belaka kalau fondasinya 

PENGEN KENAL SAMA DIRI SENDIRI

Gak mulai gua lakuin. 


demikian curhat jelang 2021. 

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tyo in Setiabudi | RIPIU PARFUM KANTORANN!! ELVICTO SUIT AND TIE

Tyo in Kosan | Final Masquerade :(

Bekerja dan Pekerja | Cerita Asik dari Awal Kerja